Maghrib. Pukul 18 lewat, errr, entahlah yang jelas kami sampai di Bontang. Pada tanggal, 15 Agustus. Apa kau percaya itu?! Aku dan keluargaku selamat dari kekejaman Heat Haze ah, terima kasih Ya Allah! Aduh! Aku tidak serius ya? B-Baiklah maaf sepertinya sifat ke anime-an ku keluar. Namaku Hafizha Nazhifa. Hobiku adalah jatuh cinta dengan karakter anime! Eh apa katamu? Itu bukan hobi?! Uwaaaa! B-Berarti selama ini aku salah dong! Hobiku sebenarnya adalah menggambar dan makan. Walaupun begitu berat badanku tak naik-naik.
Sampai-sampai aku dikatai oleh adikku sendiri kelainan.
Hari ini di hari Heat Haze ah, maksudku di hari Jumat aku dan ibuku serta adikku sampai di Bontang
setelah perjalanan yang sungguh jauh dari Yogyakarta-Balikpapan, Balikpapan-Bontang.
Sungguh rasanya sangat melelahkan. Kepalaku pusing tak karu-karuan. Ditambah diriku yang mual. Ketika sampai di rumah senangnya tak main. Bagaimana tak senang? Aku meninggalkan rumah ini selama 1 bulan. Huwaaa kangen sama rumah! Selain karena ini tempatku di besarkan di rumah ini terdapat Wi-Fi yang sungguh bagus sinyalnya! Ngomong-ngomong rumah, aku teringat sekolah. Gimana nih? Aku kan izin seminggu sebelum liburan. Catatan yang dikasih Nadim belum kucatat. Sudah begitu cerpennya belum selesai-selesai lagi! Mana lagi aku dengar dari teman-teman di group chat katanya ada tugas lain yang tak diberi tahu Nadim. Argh, Nadim lihat saja nanti! Katamu tak ada tugas lain?! “Zhifa?” Aku segera mengedipkan mata. Oh, ternyata ibuku memanggilku. Ibuku terlihat sangat capek. “Iya?” jawabku. “Tolong nyalakan lampunya.” Aku tersentak, “Heh?! Masih berlaku—“ Entah mengapa tiba-tiba flashback tadi pagi sebelum berangkat terjadi. “Jangan lupa bantu ibumu atau bapak tidak akan mengirim jaket yang kau pesan itu,” ujar bapakku dengan wajah menyeramkan seperti di anime-anime. “I-Iya!” jawabku dengan pose tentara sedang hormat. Menyeramkan bukan?! “Baiklah,” ujarku. Ibuku hanya tersenyum lalu melanjutkan dengan mengotak-atik tombol di HP nya. “Kenapa sih Afif tidak disuruh
suruh. Hiks, mentang-mentang aku kakak kan tapi kalau kayak gini gak fair!” gumamku. Seketika wajah seram bapakku terlintas di pikiranku. “Eh, jaketku..” gumamku. Yah, akhirnya kulakukan yang disuruh ibuku. “Capek!” keluhku. “Huwaaa, rasanya kayak di Heat Haze perjalan ini! Padahal cuma 5 jam perjalanan Balikpapan-Bontang sudah begitu gak ada macet! Ah, benar-benar serasa penderitaannya Hibiya dan Hiyori!” Seketika aku teringat kalau rumahku ini mempunyai Wi-Fi. Aku segera membuka laptop. Kubuka akun facebook ku. Hei, lihat lihat! Banyak pictures KagePro! Tentu saja, ini kan 15 Agustus. Hari perayaan Blindfold Day. Hm, aku juga akan ikut lho! Aku akan mengupload fanart juga.
Aku segera mengambil HP ku lalu memotret hasil karyaku. Setelah itu menguploadnya di Facebook. Dengan deskripsi “Happy Blindfold Day” dan sejenisnya aku mengeklik tombol “Post” di Facebook. Karena bosan menunggu aku memasang headphone lalu memilih lagu Ayano no Koufuku Riron sebagai lagu yang dimainkan di telingaku. Beberapa menit kemudian. Hal yang tidak diinginkan pun terjadi. Itu sih kata Nadim. Yah, benar sekali apa yang dia katakan. Wow, kata-kata yang sungguh bijak hahahaha. Tidak, juga sih. Afif baru saja menumpahi susu di lantai. Buruknya lagi, di kamarku! Aku segera melepas headphone ku yang tengah bergantungan. “Aduh bagaimana ini?” gumamku di tengah kepanikan. Afif hanya membiarkan susu itu tumpah dan melanjutkan aktifitasnya. Hey, tidak bisakah dia sedikit membantuku?! Aku tahu aku tahu! Aku memang disuruh membantu ibuku tapi kalau begini terus kan tidak adil. “Eh?! Kok malah gitu sih! Keluar keluar! Udah gak bantuin malah lanjut makan! Bikin kecoa datang aja!” omelku kepada Afif.
Afif hanya memandangku dengan tatapan tidak bersalah lalu keluar dari kamarku. Tunggu— Apa barusan saja dia menjulurkan lidahnya sebelum keluar kamarku?! Hei, hei aku benar-benar tak akan memperbolehkannya masuk ke kamarku lagi! Aku segera mengambil lap lalu mengelap tumpahan susu tersebut. Bau. Ah, mau bagaimana lagi. Walaupun sudah di lap pasti tetap lengket. Aku takut jika semut dan kecoa masuk ke kamarku hanya gara-gara ini. Kecoa. Aku takut kecoa! Mereka bisa terbang, bagaimana kalau mereka tiba-tiba terbang dan terbang ke arah diriku. A-Ah, yang begituan sudah tidak usah dipikirkan. Rasanya menakutkan sekali. Aku segera memeras lap tersebut. Yah, mau tidak mau aku harus mengepel kamarku. “Capek,” gumamku. Setelah kejadian itu Afif kembali masuk dengan video game nya di kedua tangannya masih dengan
wajah tak bersalahnya. Menyeramkan karena video game nya tampak seperti akan jatuh. Ibuku
menjerit-jerit dari luar. “Awas jatuh!” itulah yang ibuku jeritkan. “Zhifa bantu adikmu!” jerit ibuku.
“Hah?! Bantu dia?!” jeritku kaget. “Tolong! Itu video game mahal gak di jual disini!” Ah, aku tak bisa
mengelak. Mau tidak mau aku membantu adikku. Memasang kabel dan sejenisnya. Sesekali aku
melihat laptopku yang menganggur. Facebook ku penuh notif. Tapi hal seperti itu ku biarkan.
Aku kembali fokus ke Afif. Jujur saja, apa saja yang ia sentuh rasanya seperti akan hancur.
Bahkan aku memanggilnya “Tangan-tangan berdosa”. Hei, tapi dia mengolokku balik dengan yang lebih parah. Ah, lebih baik aku tak menyebutkannya. Ketika Afif memegang kedua stick controller dari video game nya salah satu dari stick itu rasanya hendak jatuh. Lantas saja aku segera beraksi. “Itu stick nya mau jatuh! Coba pegang yang benar!” omelku. “Apa sih ya?!” bentaknya. “Nanti kalau itu jatuh aku lagi yang kena tahu gak sih?!” “Tahu tahu, tempe sekalian! Tahu juga aku! Ah cerewet!”
Karena geram aku segera mengambil kedua controller tersebut. “Hei!” Afif memukul-mukul pundakku. Sakit. Yah, tapi rasa sakit ini lebih baik dibanding controller yang akan jatuh dan pecah berkeping-keping. Dan tentu saja berujung aku dimarahi habis-habisan. Sudahlah setelah ini aku tak peduli lagi. Lagi-lagi Afif membuat ulah. Dia mulai mengotak-atik laptopku saat aku pergi keluar kamar. Dia mengubah wallpaper laptopku menjadi Yobanashi Deceive. Dia menghapus beberapa lagu-lagu, file, dan benda lain milikku! Argh! Ini keterlaluan. Aku segera keluar kamar. Afif hanya memandangiku sambil meminum teh nya dan bermain video game nya. “Ibu,” keluhku “Apa?” jawab ibuku. “Afif itu lho,” belum selesai dengan kalimatku ibuku memotongnya dengan nada seramnya. “Mana dia sekarang?” Yup, sungguh menyeramkan. Karena sebal memanggilnya aku hanya berteriak dari luar kamar. “Hoi, Afif dipanggil tuh!” Suara pintu kamar terbuka. Tentu saja Afif. Aku hanya menjulurkan lidahku kepadanya. Afif hanya memandangku penuh tanya. Aku memasuki kamarku ketika ibuku mulai menceramahi Afif. Sebenarnya aku merasa agak bersalah. Hei, apa ini? Aku merasa bersalah atas semua yang dilakukan olehnya? Aneh. Setelah diceramahi habis- habisan oleh ibuku. Afif memasuki kamar dengan wajah lesu. Dia melanjutkan memainkan video game nya. Aku hanya memandangnya kebingungan. Lalu, segera mengalihkan perhatian ke laptopku lagi. Beberapa file ku memang hilang. Apa boleh buat. Memarahinya disaat ini rasanya tak tepat. Semakin lama dia hanya memandang ke video game nya dengan tatapan kosong. Aku semakin cemas. “Hei,” tegurku mencoba mencairkan suasana. “Apa?” jawabnya ketus. “Ah, aku tau ini ide buruk.” gumamku. Aku segera keluar kamar lalu mengambil pocky ku. “Ah, tinggal ini.” Gumamku sambil memegang erat pocky terakhir ku. Aku segera memasuki kamar lalu melempar pocky ke arah Afif. “Tuh, maaf.” Lalu aku segera kembali menghadap laptop. Afif hanya memandangku lalu membuka pocky dan memakannya sendirian. Aku hanya memandangnya. “Nih anak dikasih gak bilang terima kasih kah bagi-bagikah dasar,” celotehku dalam hati. Tak lama kemudian, “Nah.” Ujar Afif sambil menyodorkan 2 batang pocky ke aku. Hei, aku tak salah lihat kan? “Eng,” ujarku ragu-ragu dengan suara pelan. “Mau gak sih?!” bentaknya. Apa sih mau nya anak ini?! Tiba-tiba main bentak huh! “Iya, iya argh! Gak usah bentak kenapa?!” Aku segera memakan satu batang pocky yang diberikan Afif. Afif hanya memandangku. Karena merasa agak terganggu aku menanyakannya, “Apa?” Afif hanya menunjuk ke arah laptopku. “Putar lagu Yobanashi Deceive,” ujarnya dengan suara memelas. Aku hanya tertawa mendengar suaranya. “Ahaha! Cewek betul!” Afif segera mengambil satu batang pocky yang tersisa. “A-Apa sih?! Kumakan lho!” ancamnya. “A-Ah! Jangan! Ya sudah ku putar Yobanashi Deceive nih!” Aku segera mengeklik lagu Yobanashi Deceive yang dinyanyikan oleh IA itu. “Puas?” tanyaku “Ya.” jawabnya. Sepertinya aku lebih suka suasana seperti ini dibanding yang tadi. Ah, aku harus mengakuinya. Sesebal sebalnya Afif dia tetap adikku. Aku peduli padanya. “Hei lihat ini!” Afif menunjukkan sebuah gambar KanoAya. “APAAN SIH?!” Aku segera melempar bantal ke wajah Afif. Afif mulai melempar bantal itu ke wajahku, “Haha!” Aku ralat deh! Dia tetap adikku yang menyebalkan!
Hafizha Nazhifa
7F
SMP YPVDP
Sampai-sampai aku dikatai oleh adikku sendiri kelainan.
Hari ini di hari Heat Haze ah, maksudku di hari Jumat aku dan ibuku serta adikku sampai di Bontang
setelah perjalanan yang sungguh jauh dari Yogyakarta-Balikpapan, Balikpapan-Bontang.
Sungguh rasanya sangat melelahkan. Kepalaku pusing tak karu-karuan. Ditambah diriku yang mual. Ketika sampai di rumah senangnya tak main. Bagaimana tak senang? Aku meninggalkan rumah ini selama 1 bulan. Huwaaa kangen sama rumah! Selain karena ini tempatku di besarkan di rumah ini terdapat Wi-Fi yang sungguh bagus sinyalnya! Ngomong-ngomong rumah, aku teringat sekolah. Gimana nih? Aku kan izin seminggu sebelum liburan. Catatan yang dikasih Nadim belum kucatat. Sudah begitu cerpennya belum selesai-selesai lagi! Mana lagi aku dengar dari teman-teman di group chat katanya ada tugas lain yang tak diberi tahu Nadim. Argh, Nadim lihat saja nanti! Katamu tak ada tugas lain?! “Zhifa?” Aku segera mengedipkan mata. Oh, ternyata ibuku memanggilku. Ibuku terlihat sangat capek. “Iya?” jawabku. “Tolong nyalakan lampunya.” Aku tersentak, “Heh?! Masih berlaku—“ Entah mengapa tiba-tiba flashback tadi pagi sebelum berangkat terjadi. “Jangan lupa bantu ibumu atau bapak tidak akan mengirim jaket yang kau pesan itu,” ujar bapakku dengan wajah menyeramkan seperti di anime-anime. “I-Iya!” jawabku dengan pose tentara sedang hormat. Menyeramkan bukan?! “Baiklah,” ujarku. Ibuku hanya tersenyum lalu melanjutkan dengan mengotak-atik tombol di HP nya. “Kenapa sih Afif tidak disuruh
suruh. Hiks, mentang-mentang aku kakak kan tapi kalau kayak gini gak fair!” gumamku. Seketika wajah seram bapakku terlintas di pikiranku. “Eh, jaketku..” gumamku. Yah, akhirnya kulakukan yang disuruh ibuku. “Capek!” keluhku. “Huwaaa, rasanya kayak di Heat Haze perjalan ini! Padahal cuma 5 jam perjalanan Balikpapan-Bontang sudah begitu gak ada macet! Ah, benar-benar serasa penderitaannya Hibiya dan Hiyori!” Seketika aku teringat kalau rumahku ini mempunyai Wi-Fi. Aku segera membuka laptop. Kubuka akun facebook ku. Hei, lihat lihat! Banyak pictures KagePro! Tentu saja, ini kan 15 Agustus. Hari perayaan Blindfold Day. Hm, aku juga akan ikut lho! Aku akan mengupload fanart juga.
Aku segera mengambil HP ku lalu memotret hasil karyaku. Setelah itu menguploadnya di Facebook. Dengan deskripsi “Happy Blindfold Day” dan sejenisnya aku mengeklik tombol “Post” di Facebook. Karena bosan menunggu aku memasang headphone lalu memilih lagu Ayano no Koufuku Riron sebagai lagu yang dimainkan di telingaku. Beberapa menit kemudian. Hal yang tidak diinginkan pun terjadi. Itu sih kata Nadim. Yah, benar sekali apa yang dia katakan. Wow, kata-kata yang sungguh bijak hahahaha. Tidak, juga sih. Afif baru saja menumpahi susu di lantai. Buruknya lagi, di kamarku! Aku segera melepas headphone ku yang tengah bergantungan. “Aduh bagaimana ini?” gumamku di tengah kepanikan. Afif hanya membiarkan susu itu tumpah dan melanjutkan aktifitasnya. Hey, tidak bisakah dia sedikit membantuku?! Aku tahu aku tahu! Aku memang disuruh membantu ibuku tapi kalau begini terus kan tidak adil. “Eh?! Kok malah gitu sih! Keluar keluar! Udah gak bantuin malah lanjut makan! Bikin kecoa datang aja!” omelku kepada Afif.
Afif hanya memandangku dengan tatapan tidak bersalah lalu keluar dari kamarku. Tunggu— Apa barusan saja dia menjulurkan lidahnya sebelum keluar kamarku?! Hei, hei aku benar-benar tak akan memperbolehkannya masuk ke kamarku lagi! Aku segera mengambil lap lalu mengelap tumpahan susu tersebut. Bau. Ah, mau bagaimana lagi. Walaupun sudah di lap pasti tetap lengket. Aku takut jika semut dan kecoa masuk ke kamarku hanya gara-gara ini. Kecoa. Aku takut kecoa! Mereka bisa terbang, bagaimana kalau mereka tiba-tiba terbang dan terbang ke arah diriku. A-Ah, yang begituan sudah tidak usah dipikirkan. Rasanya menakutkan sekali. Aku segera memeras lap tersebut. Yah, mau tidak mau aku harus mengepel kamarku. “Capek,” gumamku. Setelah kejadian itu Afif kembali masuk dengan video game nya di kedua tangannya masih dengan
wajah tak bersalahnya. Menyeramkan karena video game nya tampak seperti akan jatuh. Ibuku
menjerit-jerit dari luar. “Awas jatuh!” itulah yang ibuku jeritkan. “Zhifa bantu adikmu!” jerit ibuku.
“Hah?! Bantu dia?!” jeritku kaget. “Tolong! Itu video game mahal gak di jual disini!” Ah, aku tak bisa
mengelak. Mau tidak mau aku membantu adikku. Memasang kabel dan sejenisnya. Sesekali aku
melihat laptopku yang menganggur. Facebook ku penuh notif. Tapi hal seperti itu ku biarkan.
Aku kembali fokus ke Afif. Jujur saja, apa saja yang ia sentuh rasanya seperti akan hancur.
Bahkan aku memanggilnya “Tangan-tangan berdosa”. Hei, tapi dia mengolokku balik dengan yang lebih parah. Ah, lebih baik aku tak menyebutkannya. Ketika Afif memegang kedua stick controller dari video game nya salah satu dari stick itu rasanya hendak jatuh. Lantas saja aku segera beraksi. “Itu stick nya mau jatuh! Coba pegang yang benar!” omelku. “Apa sih ya?!” bentaknya. “Nanti kalau itu jatuh aku lagi yang kena tahu gak sih?!” “Tahu tahu, tempe sekalian! Tahu juga aku! Ah cerewet!”
Karena geram aku segera mengambil kedua controller tersebut. “Hei!” Afif memukul-mukul pundakku. Sakit. Yah, tapi rasa sakit ini lebih baik dibanding controller yang akan jatuh dan pecah berkeping-keping. Dan tentu saja berujung aku dimarahi habis-habisan. Sudahlah setelah ini aku tak peduli lagi. Lagi-lagi Afif membuat ulah. Dia mulai mengotak-atik laptopku saat aku pergi keluar kamar. Dia mengubah wallpaper laptopku menjadi Yobanashi Deceive. Dia menghapus beberapa lagu-lagu, file, dan benda lain milikku! Argh! Ini keterlaluan. Aku segera keluar kamar. Afif hanya memandangiku sambil meminum teh nya dan bermain video game nya. “Ibu,” keluhku “Apa?” jawab ibuku. “Afif itu lho,” belum selesai dengan kalimatku ibuku memotongnya dengan nada seramnya. “Mana dia sekarang?” Yup, sungguh menyeramkan. Karena sebal memanggilnya aku hanya berteriak dari luar kamar. “Hoi, Afif dipanggil tuh!” Suara pintu kamar terbuka. Tentu saja Afif. Aku hanya menjulurkan lidahku kepadanya. Afif hanya memandangku penuh tanya. Aku memasuki kamarku ketika ibuku mulai menceramahi Afif. Sebenarnya aku merasa agak bersalah. Hei, apa ini? Aku merasa bersalah atas semua yang dilakukan olehnya? Aneh. Setelah diceramahi habis- habisan oleh ibuku. Afif memasuki kamar dengan wajah lesu. Dia melanjutkan memainkan video game nya. Aku hanya memandangnya kebingungan. Lalu, segera mengalihkan perhatian ke laptopku lagi. Beberapa file ku memang hilang. Apa boleh buat. Memarahinya disaat ini rasanya tak tepat. Semakin lama dia hanya memandang ke video game nya dengan tatapan kosong. Aku semakin cemas. “Hei,” tegurku mencoba mencairkan suasana. “Apa?” jawabnya ketus. “Ah, aku tau ini ide buruk.” gumamku. Aku segera keluar kamar lalu mengambil pocky ku. “Ah, tinggal ini.” Gumamku sambil memegang erat pocky terakhir ku. Aku segera memasuki kamar lalu melempar pocky ke arah Afif. “Tuh, maaf.” Lalu aku segera kembali menghadap laptop. Afif hanya memandangku lalu membuka pocky dan memakannya sendirian. Aku hanya memandangnya. “Nih anak dikasih gak bilang terima kasih kah bagi-bagikah dasar,” celotehku dalam hati. Tak lama kemudian, “Nah.” Ujar Afif sambil menyodorkan 2 batang pocky ke aku. Hei, aku tak salah lihat kan? “Eng,” ujarku ragu-ragu dengan suara pelan. “Mau gak sih?!” bentaknya. Apa sih mau nya anak ini?! Tiba-tiba main bentak huh! “Iya, iya argh! Gak usah bentak kenapa?!” Aku segera memakan satu batang pocky yang diberikan Afif. Afif hanya memandangku. Karena merasa agak terganggu aku menanyakannya, “Apa?” Afif hanya menunjuk ke arah laptopku. “Putar lagu Yobanashi Deceive,” ujarnya dengan suara memelas. Aku hanya tertawa mendengar suaranya. “Ahaha! Cewek betul!” Afif segera mengambil satu batang pocky yang tersisa. “A-Apa sih?! Kumakan lho!” ancamnya. “A-Ah! Jangan! Ya sudah ku putar Yobanashi Deceive nih!” Aku segera mengeklik lagu Yobanashi Deceive yang dinyanyikan oleh IA itu. “Puas?” tanyaku “Ya.” jawabnya. Sepertinya aku lebih suka suasana seperti ini dibanding yang tadi. Ah, aku harus mengakuinya. Sesebal sebalnya Afif dia tetap adikku. Aku peduli padanya. “Hei lihat ini!” Afif menunjukkan sebuah gambar KanoAya. “APAAN SIH?!” Aku segera melempar bantal ke wajah Afif. Afif mulai melempar bantal itu ke wajahku, “Haha!” Aku ralat deh! Dia tetap adikku yang menyebalkan!
Hafizha Nazhifa
7F
SMP YPVDP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar