“Mimipi” menjadikan bahasa Indonesia
sebagai bahasa internasional memang sepertinya bukanlah mimpi di siang bolong. Berbagai
usaha telah dilakukan oleh pemerintah melalui Pusat Bahasa. Maka seperti hidup,
secara perlahan, “mimpi” itu pun tumbuh dan berkembang menuju kenyataan. Hingga
pada akhirnya, penggunaan bahasa Indonesia di dunia internasional dewasa ini pun
mengalami perkembangan yang membanggakan. Karena sampai saat ini, paling tidak
ada 45 negara di dunia, yang lembaga pendidikannya mengajarkan bahasa
Indonesia, baik seara formal atau pun informal.
Selain itu, yang mungkin lebih
membanggakan, meskipun bahasa Indonesia bukan merupakan bahasa pengantar ilmu
pengetahuan atau pun teknologi dunia, seorang profesor bahasa di Jerman
menyatakan bahwa bahasa Indonesia sangat memenuhi syarat untuk menjadi bahasa
internasional. Selain karena banyak penuturnya, tata bahasa Indonesia pun
tergolong paling mudah dipahami jika dibandingkan dengan bahasa lain di dunia.
Sang profesor pun menambahkan bahwa Indonesia merupakan negara yang sangat kaya
budaya. Menurutnya, hal tersebut tentu sangat menunjang sebagai daya tarik
warga dunia untuk belajar, atau pun sebatas mengenal budaya tersebut, yang pada
akhirnya, akan belajar bahasanya juga.
Meskipun demikian, menurut saya, usaha menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa
internasional merupakan usaha yang (maaf) konyol. Mengapa saya sampai berani
mengatakan demikian? Tentu saya memiliki alasan. Berikut tiga alasan saya.
1.
Bangsa
Indonesia bukan merupakan bangsa penjajah
Seperti
kita ketahui, salah satu faktor utama bahasa Inggris bisa menjadi bahasa
internasional yaitu karena Inggris merupakan bangsa penjajah dunia selama
berabad-abad. Sejak awal menjajah, Inggris memang sudah memiliki rancangan
besar, yaitu menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa dunia. Maka bukanlah
sesuatu yang ajaib kalau pada akhirnya, bahasa Inggris benar-benar bisa menjadi
bahasa internasional. Karena memang, demikianlah “rumus” untuk bisa menjadikan
bahasa suatu negara sebagai bahasa internasional.
Ada
pun sebagai bukti tambahan, lihatlah Korea Selatan! Meski bukan bangsa penjajah
seperti Inggris, kini Korea Selatan telah menjadi negara berpengaruh di dunia,
termasuk dalam hal bahasa. Bahasa Korea Selatan kini menjadi bahasa yang ramai
dipelajari, terutama oleh kalangan remaja dunia. Apa penyebabnya? Apakah dengan
hanya mengandalkan jumlah penggunanya, yaitu orang-orang yang berkebangsaan
Korea Selatan itu sendiri? Atau, apakah karena tata bahasa Korea Selatan yang mudah
dipahami? Ternyata tidak.
Bangsa
Korea Selatan bisa seperti itu karena mereka pun merupakan bangsa penjajah,
namun penjajah era modern seperti sekarang ini. Dengan kerja keras yang
sistematis, hari ini Korea Selatan mampu menjadi negara penguasa ekonomi dan
teknologi dunia. Selain itu, dalam hal film dan lagu, Korea Selatan mampu
menjadikan karya-karya bangsa mereka menjadi tren dunia. Maka tidak
mengherankan pula kalau banyak remaja dunia, terlebih di Indonesia, yang
tertarik belajar bahasa dan aksara Korea Selatan. Ketertarikan mereka bahkan
mengalahkan minat belajar mereka terhadap bahasa Inggris, dan bahasa Indonesia
tentunya.
2.
Rendahnya
sikap bangsa Indonesia terhadap bahasa Indonesia
Bukan
hanya kalangan remaja yang kebanyakan kurang bangga dengan eksistensi bahasa
Indonesia. Para artis, politikus, stasiun televisi, sampai instansi-instansi
pemerintah pun terkadang lebih memilih kosakata bahasa Inggris dalam ucapan
atau pun programnya.
Para
artis lebih suka menggunakan kata exciting
daripada antusias. Para politikus
lebih suka mengatakan lawyer daripada
kata pengacara. Banyak program
televisi yang menggunakan bahasa Inggris daripada bahasa Indonesia. Bahkan,
Polda Jatim – mungkin turunan dari Polri – memiliki slogan pelayanan pengurusan
SIM dan sejenisnya dengan kosakata bahasa Inggris, drive thru, bukan dengan bahasa Indonesia, siap mengemudi. Pemkot Suarabaya pun tak mau kalah. Melalui Dinas
Kebersihan dan Pertamanan, Pemkot Surabaya lebih bangga memasang tulisan sparkling di Jalan Raya Darmo, daripada
kata dalam bahasa Indonesia, berkilauan.
Tentu
saja, fenomena di atas hanyalah contoh kecil dari berbagai bentuk sikap minder,
atau ketidakbanggaan dalam menggunakan bahasa Indonesia. Sampai-sampai, banyak
pihak yang pada akhirnya lupa, atau tidak tahu kosakata (padanan kata) bahasa
Indonesia yang sebenarnya sudah ada, yang bisa digunakan untuk menggantikan
kosakata bahasa Inggris.
3.
Adanya
“hukum rimba” bahasa
Hukum
rimba pun berlaku pada penggunaan bahasa. Karena seperti kita ketahui,
sebenarnya Indonesia memiliki ratusan, bahkan mungkin ribuan, bahasa daerah.
Namun karena tergerus oleh eksistensi bahasa Indonesia, banyak bahasa daerah
yang benar-benar sudah punah. Dan seiring berjalannya waktu, dengan
pertimbangan tertentu, banyak sekali generasi baru Indonesia yang diberi bahasa
ibu dalam bentuk bahasa Indonesia. Sadar atau tidak, lambat laun, para generasi
baru Indonesia pun sama sekali tidak mengenal bahasa daerah masing-masing.
Demikian
juga hubungan antara bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris sebagai bahasa
internasional. Jika melihat fenomena nomor dua, ditambah lagi tuntutan global
yang harus menguasai bahasa Inggris, secara perlahan namun pasti, eksistensi
bahasa Indonesia pun akan makin memprihatinkan.
Atas
dasar berbagai fakta di atas itulah, untuk saat ini, usaha untuk menjadikan
bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional merupakan usaha yang sangat
berat. Bahkan dengan tidak mergurngi rasa bangga terhadap bahasa Indonesia,
usaha menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional tak jauh beda
dengan mimpi di siang bolong. Bahkan jika sikap kita sebagai bangsa tidak
bangga dengan bahasa Indoneisa, justru akan mengantarkan bahasa Indonesia
menuju kepunahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar